Konflik Lintas Budaya dan Penyesuaiannya


source: http://umdpsyc.blogspot.co.id/2016/05/cross-culture-lab-research-assistant.html

Menurut penulis, proses penyesuaian manusia terhadap suatu kebudayaan baru yang menjadi lingkungannya itu seperti sebuah permainan roller-coaster yang memiliki banyak naik turunnya (naik turun ini berkaitan dengan mental orang yang datang pada sebuah budaya yang baru)

Apa itu Konflik Lintas Budaya?
Itu adalah konflik yang terjadi pada seseorang dengan sekelompok orang lain yang memiliki budaya yang berbeda.
Apa saja faktor-faktor yang menimbulkan munculnya konflik lintas budaya?
Seperti yang kita ketahuii bahwa dalam melakukan sebuah komunikasi, orang dengan latar belakang budaya yang berbeda terkadang dapat mengalami perbedaan pemahaman. Oleh karena itu alangkah baiknya kita mengetahui factor-faltor konflik Lintas Budaya untuk menghindarinya terjadi.

1. Komunikasi dan budaya.
Dalam melakukan sebuah komunikasi, orang hamper tidak melakukan kesalahan dengan menyinggung perasaan lawan bicara. Namun ketika orang mengobrol dengan latar belakang budaya yang berbeda al ini bisa saja terjadi.

2. Kesalahpahaman.
Ketika dua orang dengan latar belakang budaya berkomunikasi dan kemudian mencoba menyampaikan sesuatu yang ternyata berbeda presepsi dengan apa yang menjadi budaya lawan bicaranya, ini dapat memicu konflik Lintas Budaya. Contohnya beberapa daerah di India mengisyaratkan tanda setuju dengan menggelengkan kepalanya ke kanan dan kiri yang ternyata di Indonesia, itu merupakan isyarat tidak setuju. 

3. Ethnocentrism.
Perasaan bahwa budaya nya lebih benar dan budaya yang lain salah pun menjadi pemicu yang tidak jarang terjadi. Ketika orang tua dari seorang anak yang telah menikah di Amerika akan datang mengunjungi rumah anaknya, ia harus meminta izizn, namun kita di Indonesia, orangtua bisa datang kapan saja tanpa harus meminta izin. Kita menganggap bahwa yang terjadi di Amerika adalah bentuk ketidaksopanan, namun kita tidak bisa menganggap bahwa budaya kitalah yang benar dan mereka salah. Karena kita memiliki kepercayaan masing-masing dengan perbedaan persepsi tentang makna “privasi”.

4. Stereotypes dan prasangka
Stereotype atau sesuatu yang dipercaya secara berlebihan tentang sifat suatu kelompok budaya dengan hanya melihat beberapa orang dari kelompok buadaya tersebut tanpa mengetahui informasi yang lebih lanjut. Biasanya ini lebih sering pada makna negative. Oleh karena itu kita harus menghindari stereotyping ini agar tidak menimbulkan prasangka-prasangka yang buruk antara dua kelompok budaya yang berbeda.
Ketika seseorang mengalami proses Lintas Budaya Conflict di daerah baru yang didatanginya, ada proses-proses yang akan dialaminya. Proses pertama yaitu:
1.      “A fish out of water”. Ini adalah sebuah ekspresi yang menggambarkan kondisi seseorang yang tinggal di sebuah lingkungan dengan budaya yang baru baginya. Karena budaya yang baru ini, sesorang akan memiliki keadaan naik dan turun dimana orang tersebut merasa asing atau salah tempat di lingkungannya.
Tetapi semua ini dapat diatasi dengan memperhatikan beberapa poin-poin berikut yang akan membantu seseorang untuk menyesuaikan dirinya:
-          Motivation. Kenapa orang tersebut datang pada lingkungan baru tersebut adalah sebuah pertanyaan yang harus memiliki jawaban agar seseorang dapat menjadikannya sebagai motivasi melewati masa-masa sulit.
-          Berapa lama orang tersebut akan tinggal di lingkungan tersebut? Ini juga menjadi catatan agar seseorang terus menanamkan motivasi unutk bertahan hingga waktu yang ditentukan.
-          Latar belakang bahasa dan budaya. Lihatlah bagaimana persamaan dari bahasa dan budaya dari tempat tinggal asli seseorang.
-          Pengetahuan bahasa dan budaya. Bagaimana jauh tingkat seorang pendatang bisa menggunakan bahasa dan mengerti budaya akan tempat barunya.
-          Personality: Apakah ia flexible dan toleran?
-          Hubungannnya dengan orang lain. Apakah ia didukung ole keluarga dan teman-temannya?
-          Keadaan finansial. Darimanakah sumber finansial sang pendatang baru?
-          Berapa usia sang pendatang?
-          Derajat etnosentris. Apakah ia orang yang etnosentris? Bagaiman seseorang itu mengukur bahwa budayanya itu normal dan budaya di tempat tinggalnya itu aneh?
2.      Penyesuaian budaya yang tidak terkira
Kita harus punya catatan dalam ingatan bahwa ketika mendatangi sebuah tempat baru, kita bisa saja mengalami culture shock. Karena itu ketika kita menemukan sebuah masalah kecil sebaiknya selesaikan masalah itu segera agar masalah yangt lebih besar kemudia dapat terbantu dari solusi-solusi dari masalah-masalah kecil. Karena meskipun kita datang pada suatu lingkungan baru dengan latar belakang budaya yang samapun tidak menjamin seseorang untuk tidak mengalami culture shock.
3.      Berkendara di sebuah roller coaster.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa ketika mendatangi sebuah tempat baru seseorang akan mengalami keadan mental yang naik turun. Ketika pertama kali datang, pada umumnya seseorang akan merasakan antusiasme yang sangat tinggi, menikmati budaya baru yang terasa menyenagkan. Tetapi beberapa saat kemudian, perasaan asing sebagai pendtang baru dapat memberi efek negatif pada emosi. Ini semua dalah hal biasa yang umumnya kan dialami sesorang ketika menjadi pendatang baru di sebuah lingkungan.
Berikut ini adalah tingkatan-tingkatan proses yang dialami seseorang yang digambarkan dalam Diagram W:



Pada setiap tingkatan proses ini, pendatang baru mengalami gejala-gejala culture shock yang mana akan diuraikan dibawah ini:
-          Honeymoon period: Pada tingkat ini, orang biasanya merasakan semua hal yang ada di lingkungan barunya terasa indah.
-          Culture shock: Pada tingkat ini mulai mengalami masalah yang berkaitan dengan tempat tinggal, transportasi, pekerjaan, perbelanjaan, dan bahasa. Kelelahan secara mental terjadi karena ketegangan yang dialami saat mencoba menerima bahasa dan budayta yang baru.
-          Initial adjustment: Pada tingkat ini, aktivitas seperti pekerjaan rumah dan perbelanjaan bukan lagi masalah baru. Maslah bahasa biasanya sudah tidak terjadi lagi.
-          Mental isolation: Pada tingkat ini, perasaan sendiri karena sudah lama jauh dari keluarga dan teman-teman terdekatnya mulai muncul diiringi rasa tidak semangat, frustasi dan hilangnya percaya diri. Biasanya orang menetap pada tingkat ini ketika tidak bisa menemukan pekerjaan.
-          Acceptance & integration: Sudah mulai terbiasa dengan segala hal dan sudah masuk ke dalam kebiasaan, kepercayaan, pakaian dan makanan serta karakteristik orang-orang di lingkungan barunya.
Setiap orang bisa saja mengalami jangaka waktu dan fase yang berbeda-beda. Kemudian ketika kembali lagi pada daerah asalnya biasanya culture shoc juga akan dialami oleh seseorang karena banyak hal yang telah berubah atau dia telah terbiasa dengan budaya dari lingkungan barunya. Namun fase ini biasanya berlangsung  dalam jangka waktu yang lebih pendek.





Referensi: Beyond language. Deena R Levine & Mara B. Adelman. 2nd Edition